TUBABA, Pandawa-lima.co.id
Rapat paripurna pembicaraan tingkat 11 atas raperda pertanggung jawaban APBD 2022, di gedung DPRD, antara DPRD Tubaba bersama Pemkab Tubaba, yang diwakili oleh PJ Bupati M.Firsada, selasa, 18 Juli 2023 memiliki sisi yang menarik. Menariknya bukan pada narasi suara berjamaah anggota dewan tanda setuju.
Suara tanda setuju berjamaah itu pasti sebuah tradisi. Berharap lahirnya suara ” kritis ” sepertinya belum menjadi tradisi dalam menyikapi semua perjalanan APBD dari tahun – ketahun. Monolitik suasana menoton itulah gambarannya di dalam gedung dewan selama ini.
Ada beberapa catatan kecil penulis yang ” mengusik ” setidaknya perlu sedikit dikupas tentang suasana ruang kebathinan di dalam gedung dewan. Salah catatan kecil penulis sepertinya, para anggota dewan ini sudah kehilangan aura energi ” semangat ” untuk hadir dalam gedung dewan, dan termasuk dari unsur eksekutif sendiri. Kalaupun mereka datang sepertinya itu ” terpaksa ” sebatas meramaikan.
Memang masih ada beberapa anggota dewan yang masih memiliki semangat tinggi itupun bisa dihitung dengan jari. Bisa jadi karna ada rasa tanggung jawab moral politis sebagai wakil rakyat. Sisahnya mayoritas seperti ” ikan mati ” yang tidak lagi bisa diharapkan sebagai wakil rakyat.
Wakil rakyat ” malas ” ini sebenarnya mudah dipahami.
Fenomena wakil rakyat ” pemalas ” menjelang akhir jabatan merupakan hal yang selalui menghiasi gedung wakil rakyat. Ada beberapa alasan yang setidaknya bisa memberikan gambaran penjelasan mengapa mereka menjadi ” pemalas ” sebagai wakil rakyat.Paling dominan kesadaran pemahaman yang masih rendah dalam memaknai sebagai wakil rakyat dan kondisi ini mayoritas.
Wakil rakyat yang ” pemalas ” sama sekali tidak bisa diharapkan memperjuangan mewakili suara rakyat kehadirannya di gedung dewan sama sekali minus. Tapi wakil rakyat yang ” pemalas ” paling gemar dengan undangan berbagai macam pesta ditengah masyarakat.
Jika ada undangan pesta dipastikan kehadirannya selalu nomor satu duduk dikursi nomor satu VIP. Ada rasa kebanggaan sosial jika hadir ditengah pesta dibandingkan berada digedung dewan. Padahal anggota dewan tempat ruangannya di gedung dewan bukan hadir ditengah pesta.
Prilaku anggota dewan ” pemalas ” dipastikan tak memiliki basis sosial massa yang kuat ditengah masyarakat. Beda dengan mereka anggota dewan yang aktif memiliki basis massa yang kuat ditengah masyarakat. Ada kantong – kantong politik masssa yang menjadi ” binaan ” yang terjalin erat. Dalam pemilu mereka ini sebenarnya tak begitu ” risau ” akan kehilangan dukungan. Ibarat buah meraka tinggal memitik hasilnya.
Anggota dewan ” pemalas ” cara berpikirnya sangat sederhana dalam pemilu. Mengandalkan kekuatan logistik untuk mempengaruhi / mendapat dukungan suara. Masyarakat masih dipahami dengan pola berpikir sederhana bahwa semuanya bisa dibeli. Walaupun mereka ini terpilih kembali dalam pemilu sifat ” pemalas ” tetap mendominasi prilakunya sebagai wakil rakyat.
Jika ditanya dan di sebutkan namanya anggota dewan yang ” aktif ” mewarnai dinamika gedung dewan selama ini. Kita bisa sebutkan ada Busroni, Muammil, Raden Anwar, Sukardi, Sobri, Joko Koncoro, Sudirwan, Roni, Nadir, Gito. Nama – nama inilah dalam catatan penulis memiliki harapan besar untuk dapat terpilih kembali pemilu legislatif 2024.
Sisah lainnya dari para anggota dewan ” pemalas ” kemungkin besar di prediksi akan angkat kaki dari gedung dewan dalam pemilu 2024. Wajah – wajah baru akan menggantikannya. Semoga wajah baru ini bukan mewakili wajah pendahulunya yang pemalas.
( Ketua K3PP Tubaba )